Jangan Mudah Percaya Diagnosa Para Oknum Terapis

Kalau anda punya pengalaman melakukan upaya pengobatan dengan para terapis, pastilah anda pernah didiagnosa atau divonis dengan penyakit tertentu beserta anjuran dan larangan terhadap makanan-makanan tertentu. Terkadang apa yang kita terima dan dengar dari para oknum terapis kita terima dan kita percaya dengan sepenuh hati. Karena cara menyampaikannya begitu meyakinkan, seolah-olah dia ahli dalam mendiagnosa dan segala sesuatu pantangan-pantangan yang harus dihindari. Padahal apa yang dikatakannya tidak sepenuhnya benar, malah kadang jauh dari kebenaran, dengan akibat dan efek yang tidak kita harapkan terjadi pada diri kita. Yang perlu kita lakukan jika mendapatkan hal atau kejadian seperti itu, perlu sekali kita mencari rujukan atau masukan yang ahli dalam bidangnya. Yang paling tepat dan paling kompeten dalam hal diagnosa kesehatan seseorang adalah dokter, karena ilmu yang diperoleh oleh seorang dokter melalui proses belajar bertahun-tahun dengan sertifikasi yang sangat ketat untuk memperoleh kelulusan sebagai seorang dokter. Apa yang sering dikatakan oleh para oknum terapis seringkali jauh dari keadaan yang sebenarnya. Dia hanya ahli dalam ilmu yang diperolehnya melalui warisan orang tua(kasus paling banyak). Itu saja. Kesalahan yang paling sering terjadi biasanya karena minimnya minat belajar kembali dan mencari literatur sebanyak mungkin yang berhubungan dengan kesehatan tubuh manusia secara umum.  Penulis pernah punya pengalaman sehubungan dengan oknum terapis yang sok tahu. Sebelumnya memang penulis agak menutup diri seakan kurang tahu tentang beberapa gejala penyakit tertentu. Dan terus terang belum lama sebelum menggunakan jasanya penulis periksa ke dokter spesialis penyakit dalam, dan diberi rujukan untuk tes darah. Dari diagnosa dokter tersebut, jantung penulis disebut nggak ada masalah, alias baik-baik saja. Dan setelah dilakukan tes darah, hasil yang diperoleh semuanya OK. Gulanya OK, Asam urat OK, Kolesterol OK dan lain-lain. Cuma satu yang kurang baik, yaitu Trigliserida yang agak tinggi. Itupun kata dokter tetangga rumah, bisa jadi itu TG-nya (trigliserida-nya) normal, karena seharusnya (akan lebih akurat) kalau sebelum diambil darahnya puasa dulu selama kurang lebih 6 jam-an. Sang terapis belum ada sepuluh menit menangani saya, dia bilang jantung saya ada masalah. Darahnya sudah rusak. Gula darahnya tinggi. Ketika saya cerita tentang tes darah yang belum lama kujalani, dan bilang kepadanya hanya TG yang agak tinggi, dia bilang TG itu ya kolesterol. Terus dia kasih pantangan jangan minum teh manis segala. Dan banyak lainnya. Bukankah dari cerita tersebut di atas, oknum terapis tersebut pantas disebut sebagai orang yang sok tahu. Satu saja, soal TG dan kolesterol, dia mengatakan ... TG itu ya kolesterol”. Sobat dapat baca dari situs para dokter, maka di sana akan kita temukan bahwa TG dan kolesterol itu beda. Kalau sobat menemui kasus seperti yang aku alami, pakailah diagnosa yang berasal dari dokter. Jangan sampai salah pilihan, mempercayai hal yang bukan dari ahlinya. Salam sehat.
Kalau anda punya pengalaman melakukan upaya pengobatan dengan para terapis, pastilah anda pernah didiagnosa atau divonis dengan penyakit tertentu beserta anjuran dan larangan terhadap makanan-makanan tertentu. Terkadang apa yang kita terima dan dengar dari para oknum terapis kita terima dan kita percaya dengan sepenuh hati. Karena cara menyampaikannya begitu meyakinkan, seolah-olah dia ahli dalam mendiagnosa dan segala sesuatu pantangan-pantangan yang harus dihindari dari hasil diagnosanya. Padahal apa yang dikatakannya tidak sepenuhnya benar, malah kadang jauh dari kebenaran, dengan akibat dan efek yang tidak kita harapkan terjadi pada diri kita. Yang perlu kita lakukan jika mendapatkan hal atau kejadian seperti itu, perlu sekali kita mencari rujukan atau masukan yang ahli dalam bidangnya. Yang paling tepat dan paling kompeten dalam hal diagnosa kesehatan seseorang adalah dokter, karena ilmu yang diperoleh oleh seorang dokter melalui proses belajar bertahun-tahun dengan sertifikasi yang sangat ketat untuk memperoleh kelulusan sebagai seorang dokter. Apa yang sering dikatakan oleh para oknum terapis seringkali jauh dari keadaan yang sebenarnya. Dia hanya ahli dalam ilmu yang diperolehnya melalui warisan orang tua(kasus paling banyak) terkadang malah ada yang otodidak. Itu saja. Kesalahan yang paling sering terjadi biasanya karena minimnya minat untuk belajar kembali dan mencari literatur sebanyak mungkin yang berhubungan dengan kesehatan tubuh manusia secara umum.

Penulis pernah punya pengalaman sehubungan dengan oknum terapis yang sok tahu. Sebelumnya memang penulis agak menutup diri seakan kurang tahu tentang beberapa gejala penyakit tertentu. Dan terus terang belum lama sebelum menggunakan jasanya penulis periksa ke dokter spesialis penyakit dalam, dan diberi rujukan untuk tes darah. Dari diagnosa dokter tersebut, jantung penulis disebut nggak ada masalah, alias baik-baik saja. Dan setelah dilakukan tes darah, hasil yang diperoleh semuanya OK. Gulanya OK, Asam urat OK, Kolesterol OK dan lain-lain. Cuma satu yang kurang baik, yaitu Trigliserida yang agak tinggi. Itupun kata dokter tetangga rumah, bisa jadi itu TG-nya (trigliserida-nya) normal, karena seharusnya (akan lebih akurat) kalau sebelum diambil darahnya puasa dulu selama kurang lebih 6 jam-an. Sang terapis belum ada sepuluh menit menangani saya, dia bilang jantung saya ada masalah. Darahnya sudah rusak. Gula darahnya tinggi. Ketika saya cerita tentang tes darah yang belum lama kujalani, dan bilang kepadanya hanya TG yang agak tinggi, dia bilang TG itu ya kolesterol. Terus dia kasih pantangan jangan minum teh manis segala. Dan banyak lainnya. Bukankah dari cerita tersebut di atas, oknum terapis tersebut pantas disebut sebagai orang yang sok tahu. Satu saja, soal TG dan kolesterol, dia mengatakan ... TG itu ya kolesterol”. Sobat dapat baca dari situs para dokter, maka di sana akan kita temukan bahwa TG dan kolesterol itu beda.

Kalau sobat menemui kasus seperti yang aku alami, pakailah diagnosa yang berasal dari dokter. Jangan sampai salah pilihan, mempercayai hal yang bukan dari ahlinya. Salam sehat.
Jangan Mudah Percaya Diagnosa Para Oknum Terapis | Pintu Sehat21 | 5