Hidrosefalus adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Hydro” yang artinya air dan “Cephalus” yang artinya kepala. Mungkin untuk menjelaskan kondisi atau keadaan kepala yang berair, sehingga disebut dengan kepala air.
Penyakit Hidrosefalus ini sudah
sangat familiar di mayarakat kita, karena media elektronik sering menayangkan
kasus-kasus anak-anak kita yang banyak terjangkit oleh penyakit ini. Bisa saja
kasus yang sebenarnya lebih banyak terjadi dari yang diberitakan, karena
biasanya orang tua ada yang menganggap bahwa penyakit ini merupakan kutukan
atau aib bagi keluarga si anak, sehingga apa yang menimpa anggota keluarga
tersebut berusaha untuk menyembunyikannya karena merasa malu. Penyakit hidrosefalus
ini ternyata bukan hanya monopoli anak-anak ataupun bayi kita saja, tetapi
hidrosefalus juga bisa menjangkiti orang dewasa dan orang tua.
Ilustrasi :
Budiarti bergegas mengkonsumsi
obat dokter ketika tekanan darah meningkat 150 / 110 mmhg (tekanan darah normal
120 / 80 mmhg.).
Setelah meminum obat, rasa berat yang
ada di tengkuknya berangsur-angsur
berkurang. Namun pada lain kesempatan tekanan darahnya kembali naik 200/140
mmhg. Diberi obat oleh dokter kondisinya bukannya membaik malah pingsan.” Ujar
Ciptadi Budiarti. Keluarganya membawa
pria berusia 48 tahun tersebut itu ke rumah sakit. Melihat dari kondisinya dokter
di rumah sakit menduga Ciptadi terkena stroke. Untuk memastikannya ayah ayah
dari tiga anak itu harus menjalani Computed Tomography (CT-Scan). Hasil CT-Scan
menemukan adanya cairan di kepala Ciptadi. Menurut dokter rumah sakit solusi
terbaik saat itu adalah dengan operasi untuk mengalirkan cairan yang berada di
otak ke lambung.
Selama dua pekan menjalani
pengobatan di rumah sakit kondisi Ciptadi secara keseluruhan tidak membaik
sesuai harapan keluarga. Slang oksigen masih terpasang di hidungnya, jarum
infus masih menancap di tangan, tidak bisa duduk, kaki bengkak, panas,
pandangannya kabur menjadi ganda dan terlihat miring.
“Kesadarannya terganggu dan ketika
diajak bicara tidak nyambung”
cerita sang isteri, Betty Renita.
Betty tak tega melihat kondisi suaminya
yang masih terbaring lemah. Betty pun kemudian menceritakan kondisi suaminya
kepada seorang dokter yang kenalannya, yaitu dr. Elfrida Zulkarnein. Dokter
tersebut kemudian memberikan instruksi via telepon kepada suami Betty agar mengangkat tangan dan kaki serta lidah miring
atau lurus. Semua instruksi tersebut mampu mampu dijalankan oleh Ciptadi” Saya
menduga dia tidak terkena stroke, karena masih bisa melakukan instruksi yang
saya berikan.” Ujar dokter tersebut. Ia pun menyarankan Ciptadi melakukan
therapy akupuntur untuk mencegah pembuluh darah pecah karena tekanan darah
tinggi, sedangkan penyembuhannya menggunakan herbal. Ternyata dugaan El
terbukti. Ciptadi tidak terkena stroke tapi hidrosefalus. Yang dibuktikan
dengan hasil CT-Scan.
Akhir dari cerita ilustrasi
tersebut adalah keberhasilan dokter El yang menangani Ciptadi yang terkena
hidrosefalus dengan memberikan kombinasi herbal tertentu disamping akupuntur
tentunya.
Sumber
: Majalah Trubus
0 komentar:
Posting Komentar